Wednesday 4 June 2014

Mengenal Koh Hwat Lebih Dekat

Siapa tidak kenal Chairil Anwar? Ia adalah seorang penulis puisi legendaris yang sangat tersohor di Indonesia. Siapapun yang pernah membaca puisi-puisi karyanya tentu akan tahu kalau puisinya mampu membuat orang luluh, bahagia bahkan sedih. Terlihat begitu kata atau kalimat yang ia pilih memang menyentuh dan penuh makna. Tak perlu mengurai kalimat terlalu panjang, kalimat singkatnya mampu menyampaikan maksud dari puisinya. Dan ajaibnya siapapun yang membacanya akan tahu maksudnya, itulah kehebatan seorang Chairil Anwar.

Masih banyak lagi tokoh legendaris puisi tanah air lainnya seperti WS Rendra, Asrul Sani, Utuy Tatang Sontani, Soeman Hasibuan, Eross, dan lain sebagainya yang karyanya juga tak kalah apik seperti layaknya Chairil Anwar. Namun kali ini rey mencoba untuk memperkenalkan kepada kalian tentang sosok seorang budayawan Jogja yang pernah rey temui secara langsung. Sebut saja namanya Koh Hwat. Jika di Sumatera Barat ada Christine Hakim yang menuangkan puisi diatas kaus, maka di Jogja ada Koh Hwat. Mereka berdua sama-sama pengusaha sekaligus warga keturunan Tionghoa. Yang membedakan hanyalah, kalau Christine Hakim menuangkan dalam bentun pantun, tetapi Koh Hwat menuangkannya dalam bentuk geguritan atau sajak dalam bahasa Jawa.

Meski belum menyandang gelar sebagai seorang penyair kelas nasional, pria yang mulai menekuni dunia geguritan sejak tahun 1999 ini, bila dihitung sudah ratusan judul geguritan yang ia tulis. Dan berdasarkan data yang saya peroleh, jika ditambah dengan sajak dalam bahasa Indonesia dan Inggris, maka total keseluruhan karyanya lebih dari 1.800 judul. Jumlah yang fantastis kan? dan saya sangat merasa tersanjung bisa mendapatkan karyanya secara langsung sebagai kado perpisahan ketika saya harus segera meninggalkan Jogja tahun 2009 lalu.

Sosok yang Terlahir dengan nama Oei Tjhian Hwat dan karena proses naturalisasi akhirnya berganti nama menjadi Handoyo Wibowo ini, menurut saya sangat bersahaja dan ramah. Menurut berbagai kalangan pun, kepiawaiannya dalam menulis geguritan cukup mencengangkan mengingat ia adalah warga keturunan Tionghoa. Saya pun yang masih ada keturunan Jawa yang lahir dan besar di Sumatera, secara langsung juga terpukau dengan karya-karyanya. Apalagi karya geguritan yang ia tulis itu dituangkan menjadi sebuah lagu, lebih membuat saya terkesima lagi. Berikut contoh geguritan karya Koh Hwat berjudul "Kalbu (Kaleme Pepijer Mlebu)" yang dinyanyikan dalam bentuk lagu campursari oleh teman seperjuangan saya ketika masih berpropesi sebagai penyiar radio di Jogja, yakni Pralistama dan Lia.

Tapi berhubung rey tidak tau kenapa video tidak bisa di upload, dan rey search tidak ketemu pas mau disertakan ke postingan blog, jadi rey sertakan link youtube yang bisa kalian klik. Karena kalau di youtube mau di puter hehehe 

Penasaran klik disini 

Kalbu (Kaleme Pepijer Mlebu)

Kamulyaning urip iku
Kudu dikebaki apike laku
Isih diangeti tutur kang tinemu
Dumunung Sumelehe Mlebu
Sumringah ing tentreme kalbu

Terjemahan
"Kemulian hidup itu harus dipenuhi dengn kebaikan, masih harus ditambah dengan tutur kata yang bagus serta keikhlasan, menjadikan kegembiraan dan ketentraman kalbu (hati)".
By Koh Hwat



Lagu ini adalah salah satu proyek pembuatan video klip yang di danai secara langsung oleh Koh Hwat ketika itu. Namun sayang rey tidak bisa terlibat sampai akhir, padahal gong akhir dari proyek ini adalah pembuatan lagu berjudul "Tentrem" salah satu geguritan yang juga sangat rey suka. Lirik dan makna dari geguritan karya Koh Hwat memang dalam, menyentuh, lembut dan penuh kasih. Dan percayalah, ketika kalian juga berkesempatan bertemu dengannya secara langsung, kalian akan sepakat kalau Koh Hwat orang yang ramah dan bersahaja.


No comments:

Cara Cek Menu Catatan di Facebook Versi Terbaru 2020

Halo semuanya apakabar? Lama ya tak jumpa. Oh ya, kali ini Rey akan berbagi pengalaman dengan kalian mengenai kejadian yang baru saja Rey al...