Untuk alam aku mau menitikkan air mata
Dan meletakkan segenap ceria dibelakang mataku
Entahlah…
Tiap kali ku berpas-pasan dengannya…
Yang kulihat dan kurasa hanya haru biru
Karena wajah rerimbunan nan sejuk itu
Kini telah berubah jadi wajah penuh kemarahan tak berwarna
Hitam, kelam, gelap gulita
Menyeramkan…
Aku melihat pikiran terbaik dari generasiku
Hancur karena kegilaan, lapar dan nafsu
Yang menarik diri mereka sendiri
Mencari masalah yang penuh kebencian
Menjadi pengikut trend
Yang bagaikan membakar masa lalu yang begitu indah
Hilang diantara kebingungan
Terjebak dalam putaran waktu
Tertekan, terhina dan hancur karenanya
Manusia memang semaunya sendiri
Sedang alampun tak kalah sesuka hati
Sehingga yang ada hanya seri…
Keduanya sama-sama tersakiti
Manusia tak lagi waras
Bumikupun makin beringas
Sedanng alam semakin merasa tidak puas
Semuanya jadi was-was
Dan…
Kini tak kudengar lagi nayanyian merdu itu
Yang ada hanya rintihan suara deru angin
Amukan suara deru ombak
Ratapan suara deru tanah yang menjadikannya melodi aneh
Sebuah melodi yang mewakili kematian
Hah…
Kuingin dengar lagi suara indah dan merdu itu
Aroma sejuk rerimbunan hijau itu
Kuingin denngar dan rasakan semua
No comments:
Post a Comment